Saluran televisi jTBC buka suara terkait isu yang beredar terkait drama Snowdrop belakangan ini, salah satunya penamaan karakter.
Penggunaan nama karakter Jisoo BLACKPINK, Eun Young-cho, yang serupa dengan nama aktivis pro-demokrasi di dunia nyata, Chun Young-cho sempat menjadi masalah.
Tim produksi akhirnya memastikan akan mengganti nama tersebut walau menegaskan karakter tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan kehidupan aktivis Chun Young-cho di dunia nyata.
“Nama salah satu karakter dalam Snowdrop tidak berhubungan dengan aktivis pro-demokrasi, Chun Young-cho. Tetapi, banyak yang menyatakan nama itu mengingatkan pada sosok tersebut, kami akan mengubah nama karakter tersebut,” tulis jTBC.
Tak hanya itu, tim produksi juga buka suara terkait rumor drama yang dibintangi Jisoo bersama Jung Hae-in ini batal tayang karena dituding mendistorsi sejarah.
Secara garis besar, drama Snowdrop mengambil latar belakang waktu 1987 di Seoul. Jung Hae-in berperan sebagai Soo-ho, mahasiswa kampus bergensii yang berada di asrama perempuan dengan berlumuran darah.
Di sana, ia bertemu Young-cho (Jisoo BLACKPINK) yang membantunya bersembunyi dan merawatnya walau hal tersebut membahayakan nyawanya.
Bagian tersebut kemudian mulai dipermasalahkan banyak warganet karena dikhawatirkan mendistorsi sejarah. Beredar rumor bahwa karakter utama laki-laki itu merupakan mata-mata yang menyusup ke gerakan aktivis.
Sedangkan, tokoh yang lain merupakan Ketua tim Badan Perencanaan Keamanan Nasional (NSP) atau yang kini dikenal dengan Kementerian Keselamatan dan Perencanaan Nasional (NIS).
Lebih dari 96.434 orang telah menandatangani petisi dengan tuntutan penghentian rencana penayangan drama Snowdrop. Petisi itu diajukan kepada Kantor Kepresidenan Korea Selatan.
Stasiun TV jTBC mengatakan kontroversi tersebut terjadi akibat perpaduan informasi yang terpecah-pecah, sinopsis dan deskripsi karakter yang tidak lengkap.
“Itu merupakan kesalahan tim produksi karena tidak berhati-hati saat mengelola data,” kata perwakilan jTBC.
Mereka menyatakan Snowdrop merupakan drama yang menggambarkan situasi politik seputar pemilihan presiden pada 1987, bukan gerakan pro-demokrasi.
Di dunia nyata, 1987 merupakan tahun yang menjadi kunci gerakan demokrasi di Korea Selatan hingga menjadi pembentukan republik saat ini.
“Drama ini menggambarkan kisah fiksi tentang rezim militer, NSP, dan pihak lain yang berkuasa pada saat berkolusi dengan kediktatoran Korea Utara dan merencanakan konspirasi untuk mempertahankan kekuasaan mereka.”
“Mengenai kontroversi drama itu meremehkan gerakan pro-demokrasi, drama ini sama sekali tidak berhubungan dengan gerakan pro-demokrasi. Dalam naskah, tidak ada bagian protagonis laki-laki dan perempuan berpartisipasi atau memimpin gerakan pro-demokrasi,” ucap mereka seperti dilansir jTBC via Naver.
“Sebaliknya, ada karakter yang tertindas secara tidak adil karena dituduh sebagai mata-mata Korea Utara oleh rezim militer tahun 1980-an.”
jTBC juga buka suara terkait dugaan Snowdrop mengagung-agungkan nama salah satu badan pemerintah Korea Selatan atau yang sekarang dikenal dengan Kementerian Keselamatan dan Perencanaan Nasional (NIS).
“Para tokoh utama bukan karakter perwakilan masing-masing pemerintahan atau organisasi. Mereka adalah tokoh yang menyoroti sudut pandang kritis NSP yang secara aktif mendukung keinginan korup untuk berkuasa menjadi partai yang berkuasa.”
“Jadi, kekhawatiran drama ini mengagung-agungkan sebagai mata-mata atau bekerja untuk NSP tidak relevan dengan Snowdrop,” tulis jTBC.
Oleh sebab itu, jTBC meminta masyarakat untuk tidak lagi menyebarkan kabar keliru mengenai drama Snowdrop.
Mereka menegaskan hal tersebut berpotensi menyebabkan kerugian serius bagi banyak kreator yang hendak memproduksi konten-konten bagus.