Liputan21.com – Lisa Kudrow membela kreator Friends yang sempat menuai kritikan karena serial legendaris tersebut dipandang tidak inklusif terhadap orang dengan kulit berwarna.
Menurut pemeran Phoebe Buffay tersebut, serial komedi yang berjalan 10 tahun itu lahir dari pengalaman pribadi para kreatornya, David Crane dan Marta Kauffman.
“Saya merasa itu sebuah acara yang dibuat oleh dua orang yang kuliah di Brandeis dan menuliskan kehidupan mereka setelah kuliah,” kata Lisa Kudrow saat berbincang dengan the Daily Beasts yang rilis Rabu (10/8).
“Dan untuk acaranya sendiri, ketika ini menjadi sebuah komedi berbasis karakter, itu ditulis sesuai yang diketahui. Mereka tak ada urusan menulis cerita soal pengalaman dengan orang kulit berwarna,”
“Saya pikir kala itu, masalah utamanya yang saya lihat adalah, mana anak magang?” lanjutnya.
Komentar Kudrow ini datang setelah Friends dianggap sejumlah kritikus tidak mengusung keberagaman dan terlalu eksklusif terhadap orang kulit putih.
Salah satu tayangan paling populer sepanjang masa ini mengisahkan perjalanan enam sekawan yang keseluruhannya adalah orang kulit putih dan heteroseksual yang tinggal di Greenwich Village, New York City.
Kawasan Greenwich Village merupakan salah satu kawasan yang terkenal ramah LGBT di New York City, kota yang begitu dikenal karena keberagamannya di Amerika Serikat.
Bukan hanya itu, selama sedekade serial itu tayang dari 1994-2004, Friends jarang menampilkan karakter dengan pemain berkulit berwarna.
Friends hanya mengenalkan dua karakter berkulit warna dengan peran yang ‘agak’ penting, yaitu Charlie Wheeler (Aisha Tyler) dan Julie (Lauren Tom). Keduanya merupakan kekasih singkat dari Ross Geller (David Schwimmer).
Atas hal itu, Kauffman pun mengaku menyesali dan menyadari kesalahan masa lalunya. Penyesalan itu bahkan membuat Kauffman menyumbang US$4 juta atau setara dengan Rp59,6 miliar (US$1=Rp14.923) kepada almamaternya, Brandeis University.
Dana tersebut digunakan untuk mendanai pendidikan di Departemen Studi Afrika dan Afrika-Amerika di kampus tersebut yang merupakan jurusan tertua terkait studi itu di negara tersebut.
Kauffman mengaku tragedi George Floyd pada 2020 adalah salah satu momen ketika dirinya menyadari betapa negaranya itu berkutat dengan masalah rasisme hingga akar rumput.
“Saya tahu kemudian saya perlu memperbaiki arah,” kata Kauffman saat itu kepada Los Angeles Times. Menurut Kauffman, hal itulah yang menjadi alasan dirinya menyumbang jutaan dolar untuk almamaternya.
Gif banner Allo Bank
“Butuh waktu lama bagi saya untuk mulai memahami bagaimana saya menginternalisasi rasisme sistemik. Saya telah bekerja begitu keras untuk menjadi seorang pendukung, seorang anti-rasisme,” kata Kauffman.
“Dan ini tampak bagi saya adalah cara saya dapat berpartisipasi dalam perbincangan ini dari sudut pandang seorang perempuan kulit putih.” lanjutnya.