Liputan21 – Dua trailer The Invisible Man yang sudah tayang rupanya sanggup mengecoh para penonton, termasuk saya. Film ini lebih dalam dan menyimpan kejutan dari yang sudah dipertontonkan lewat trailer.
The Invisible Man mengisahkan Cecilia (Elisabeth Moss) yang berjuang mendapatkan kebebasan dari suaminya, Adrian (Oliver Jackson) yang kerap mengontrol segalanya dan melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Setelah berhasil kabur, Cecilia tinggal di rumah teman masa kecil, James Lanier (Aldis Hodge) dan putrinya Sydney (Storm Reid).
Hingga suatu hari, ia mendapat surat dari kuasa hukum Adrian yang menyatakan suaminya telah meninggal dunia dan memberikan warisan sekitar Rp70 miliar.
Namun, warisan itu baru bisa diterima dengan syarat Cecilia tak melakukan tindak kriminal dan sehat secara mental.
Sejak awal, Cecilia tak yakin Adrian meninggal dunia apalagi bunuh diri. Ketidakyakinan tersebut menguat setelah ia mengalami sejumlah kejadian aneh. Cecilia akhirnya berusaha membuktikan Adrian sesungguhnya belum meninggal.
Pendalaman karakter Cecilia yang dilakukan Elisabeth Moss patut diapresiasi dan diacungi jempol. Moss sukses menunjukkan bagaimana seorang istri yang terjebak dalam hubungan tak sehat bertahun-tahun.
Depresi dan rasa takut jelas terlihat dari mata serta ekspresi Moss saat memerankan Cecilia.
Tak hanya itu, Moss juga amat berhasil memerankan seseorang yang paranoia. Kemampuan akting Moss dalam The Invisible Man membuatnya benar-benar seperti orang gila yang penuh dengan khayalan.
Kemampuan akting Moss pula sejatinya faktor horor dalam The Invisible Man. Penonton secara tak langsung terbawa dengan ketakutan Cecilia bertemu kembali dengan suami yang sudah jadi mimpi buruk.
The Invisible Man memang memiliki jalan cerita yang cukup lambat di awal. Namun, hal tersebut bisa ditutupi dengan akting Moss yang amat memukau sejak awal hingga akhir.

Pendalaman karakter Cecilia yang luar biasa ditambah dengan sinematografi yang ciamik membuat penonton The Invisible Man betul-betul berjaga dan tetap tersadar menatap layar.
Apabila Anda termasuk yang ‘tak merasakan apa pun’ usai melihat trailer, maka sesungguhnya sutradara Leigh Whannel menaruh banyak kejutan di sepanjang film. Kejutan tersebut bahkan sanggup membuat para penonton menahan napas bahkan berteriak.
Efek suara dalam The Invisible Man juga menjadi nilai tambah tersendiri. Efek suara tipikal film horor bisa didengar di sepanjang film dan menambah unsur seram bahkan depresi dan mungkin terasa tak nyaman bagi sebagian orang.
Hal lain yang patut diacungi jempol adalah cara Leigh Whannell selaku sutradara dan penulis. Ia membuat The Invisible Man konsisten memberikan teror dari awal hingga akhir, dan tuntas.
Di sisi lain, beberapa adegan dalam The Invisible Man membuat film ini sekilas mengingatkan dengan Paranormal Activity. Selayaknya banyak film horor Hollywood yang dibuat dengan modal tak besar namun meraih banyak untung, film ini sepertinya juga akan mengikuti.
The Invisible Man dibuat dengan anggaran US$7 juta. Disebut The Hollywood Reporter, The Invisible Man pada Minggu (1/3) telah mengantongi US$29 juta di Amerika Utara dan US$49,2 secara global.
The Invisible Man sudah tayang sejak 26 Februari 2020 dan bisa disaksikan di seluruh jaringan bioskop Indonesia.